Jakarta - Data 2010 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia masih berkisar di angka 8,14 juta jiwa. Jumlah tersebut turun di akhir tahun 2011 menjadi hanya sekitar 7,7 juta jiwa. Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), Wartanto mengungkapkan fakta tersebut membuktikan bahwa lembaga kursus dan pelatihan turut andil dalam menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia.
“Peserta yang dididik oleh lembaga kursus sekitar 78 persennya dapat bekerja dan sekitar 9 persen yang dirintis berwirausaha. Ini luar biasa. Ini gambaran yang saya katakan dapat mengurangi pengangguran. Kursus ini sangat penting untuk menunjang (penurunan tingkat pengangguran) itu,” ujar Wartanto saat mendampingi Direktur Jenderal PAUDNI, Lydia Freyani Hawadi dalam jumpa pers, Jumat (17/02) di Kantor Kemdikbud, Jakarta.
Wartanto menuturkan bahwa fungsi lembaga kursus memang memberikan pendampingan kepada peserta didik agar memiliki kompetensi, bersertifikat dan masuk dunia kerja atau berwirausaha. “Ini kunci untuk mengurangi tingkat pengangguran,” imbuhnya sambil menambahkan bahwa lembaga kursus juga dibangun untuk mengembangkan kemampuan masyarakat Indonesia agar dapat terus meningkatkan karir.
Lebih lanjut ia menjelaskan saat ini lembaga kursus di Indonesia tercatat sebanyak 16.006 lembaga dan melayani 24.096 jenis kursus. “Namun, mengingat hampir seluruh lembaga kursus dan pelatihan ini merupakan milik masyarakat, maka perlu dilakukan verifikasi, apakah lembaga kursus tersebut masih berjalan sampai saat ini,” kata Wartanto.
Di hadapan para wartawan, Wartanto juga mengungkapkan bahwa selama 2011 pihaknya telah melakukan verifikasi terhadap 8.011 lembaga dan sisanya akan dilakukan pada 2012. “Harapan kami pada akhir 2012, kami sudah memiliki data yang valid soal lembaga kursus dan pelatihan ini,” katanya menambahkan.
Wartanto juga mengungkapkan bahwa jenis kursus yang paling populer di Indonesia masih didominasi oleh kursus komputer dengan spesialisasi program animasi dan jaringan. Diikuti dengan kursus bahasa yang saat ini tidak hanya terbatas pada bahasa Inggris, tetapi sudah menjalar ke bahasa Mandarin, Korea, dan Jepang. “Bahasa-bahasa itu sekarang sedang menggeliat naik (peminatnya),” katanya.
Kursus tata kecantikan, menjahit, dan tata boga juga masih banyak dicari masyarakat sebagai pilihan keterampilan yang banyak dipelajari. Hal ini mengingat struktur penduduk Indonesia lebih dari 50 persennya adalah wanita. “Ambillah 10 persen dari jumlah tersebut berarti paling tidak sasaran pasarnya sudah 10 juta. Kursus tata kecantikan, termasuk rambut dan kulit memang masih besar,” jelas Wartanto.
Sementara itu, jenis kursus yang masih dalam kajian untuk diselenggarakan di Indonesia adalah kursus pilot dan pramugari. Hal ini mengingat tingginya pertumbuhan perjalanan penerbangan di Indonesia yang berkolerasi pada kebutuhan tenaga penerbang beserta awak pesawatnya. “Tetapi ini masih dalam kajian dan memang perlu dihitung secara hati-hati,” katanya.
Selain itu, jenis kursus yang tengah dikaji adalah kursus tenaga operasional alat berat dan kursus las dalam air. Menurut Wartanto, kedua kursus tersebut membutuhkan biaya investasi yang cukup tinggi. Kursus tenaga operasional alat berat, misalnya, membutuhkan pelatihan selama enam bulan dan menghabiskan lebih dari Rp 10 juta per orangnya. “Begitu pula dengan kursus las dalam air. Biaya investasinya lebih dari Rp 5 miliar. Tetapi, kebutuhan di lapangan untuk kedua pekerjaan tersebut sangat besar dan bergaji tinggi,” ujar Wartanto. (RA)
LKP NESSCERA CICURUG SUKABUMI Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger
0 komentar:
Posting Komentar